Gugur,
Daun menguning itu telah rapuh dirantingnya
Kuyakin sudah berapa peluh yang dibebannya selama ini
Tapi dia tetap berusaha tegar agar terlihat kuat
Angin, hujan, begitu teramat setia menggodanya
Terpaan demi terpaan membujuk rayu daun menguning
Tapi, semua kembali lagi kepada sang pemilik
Sekuat apapun si daun bertahan, tetap akan jatuh jua
Atau, sebesar apapun hembusan si angin, atau guyuran sang hujan, tanpa kehendak Sang Pemilik, semua akan sia2.
Sore itu, selepas hujan mengguyur taman ini, akupun duduk merenung dikursi tua ini. Ya, walaupun bau jati tua yang sangat khas memaksaku menghirupnya, hal ini tak menggoyahkan keinginanku untuk sekedar menikmati suasana selepas hujan ini. Teduh, segar, hangat, kulihat semburat cahaya mentari sore menembus dedaunan yang semenjak tadi menari-nari cantik diperaduannya.
Dikesunyian ini, sehelai daun kekuningan jatuh tepat dikepalaku, kusambut dia dengan tangan mungilku, ah akhirnya kau jatuh juga, ujarku. Menatap dalam ke arah daun ini, aku jadi teringat nasibku, kisah cintaku, ah cinta, rasanya sudah begitu sesak dada ini mengingat kata cinta. Apa yang kudapat sampai saat ini, penghianatan? Mungkin, atau lebih tepatnya mengalah.
Sudah beberapa tahun ini aku merasa hidupku sakit oleh seorang lelaki, lelaki yang ketika awal terlihat baik. Mungkin justru aku yang jahat, jahat karena aku perlahan mencintainya, tanpa memperdulikan ada sang Pencemburu yang selalu mengawasiku. Jika boleh aku melakukannya, sejak dulu aku sangat membenci diriku sendiri, begitu bodohnya aku bisa mencintainya sebegitu besarnya tanpa tahu apakah lelaki itupun mencintaiku atau tidak, namun dari sikap yang selama ini ditunjukannya kepadaku, tak pelak membuat orang awam sekalipun mengetahui bahwa ada secercah cinta untukku dimatanya.
Bolehkah aku cemburu juga wahai sang Pencemburu? Aku seharusnya cemburu dengan bidadari syurga, bukan mencemburui sesuatu yang tak pasti seperti ini.
Wanita itu, ya wanita itu amatlah cantik, aku mengenalnya, dan cukup baik kami berteman. Aku melihat pancaran wajahnya dimata lelaki itu. Ah sudahlah, sudah saatnya aku keluar dari mata lelaki itu, kurelakan dia untuk teman terbaikku.
Agar, aku juga dapat menghilangkan rasa sesak ini, rasa cemburu ini.
Aku.... pergi....
Menemani daun yang telah menguning ini.
~eliza, senja di bulan Juli~
It's not based on the true story anyway, just on the fleeting way came up to my mind. Perhaps