PERJALANANKU BAGAI KEDONDONG
* based on the true story
Jelita, ya sebut saja namaku Jelita, tapi sayang wajahku tidak se-jelita
namaku. Aku dibesarkan di keluarga yang biasa-biasa saja, hfff… otakku pun bisa
dibilang biasa-biasa saja, tidak terlalu pintar, tapi tidak juga pantas dibilang
bodoh. Tidak ada yang dapat kubanggakan selain satu mimpi terbesar dalam
diriku, yaitu keliling dunia. Aku pernah melontarkan keinginanku ini kepada
teman-teman SMA. Tapi bukannya mendapat dukungan mereka malah tertawa
mencibirku sambil berkata “Gak Mungkin.” Dan akhirnya itu menjadi hari terakhir
aku menceritakan tentang mimpi terbesarku kepada orang lain. Setelah itu, aku
hanya memendamnya dilubuk hatiku yang terdalam.
Rintik-rintik air hujan
semalam masih tersisa pagi ini. Pucuk-pucuk daun dengan setia meneteskan sisa
air hujan yang tertampung diatasnya. Semilir angin menambah kebekuan ragaku.
Sang mentaripun terlihat malu-malu untuk menampakkan batang hidungnya. Hujan
semalam memang cukup besar, tak pelak membuat genangan-genangan kecil mengisi jalan
beraspal yang sudah berlubang. Hfff… terpaksa aku harus melebarkan langkahku
agar tidak basah karena terkena genangan air itu. Pagi ini untuk kesekian
kalinya aku harus melancarkarkan seribu langkahku. Jadwal dosen pertama dimulai
jam 7.30. tapi jam 7.28 aku baru melangkah dari kosan ku yang terletak tepat
disamping kampus. Tanpa berpikir panjang langsung aku tancap gas berharap tidak
telat.
Eeeiiitttt….. tiba-tiba aku
mengerem kakiku. Belum sampai di depan kelas aku sudah disuguhi pengumuman yang
terpampang tepat didepanku kini. Dengan perlahan-lahan akupun membacanya.
Pengumuman tersebut berisi tentang beasiswa kuliah selama beberapa bulan di Amerika. Hffff… aku sudah mencoba mengikuti beasiswa ini
sebanyak 4 kali. Tapi aku selalu gagal. Sempat ragu untuk mencoba untuk yang
kelima kalinya. Tapi aku percaya bahwa bagaimana kita bisa tahu kalau kita
gagal tanpa mencobanya terlebih dahulu. Akhirnya aku putuskan untuk
mengikutinya lagi kali ini. Upz. Sambil menepuk dahi aku baru teringat sesuatu,
hwaaaa… gawat, kelasnya Mr. Daniel…. Aku telaaaat…..
***
Hari ini adalah pengumuman
lulus tidaknya aku mendapatkan beasiswa tersebut. Sudah hampir sebulan aku mengirim persyaratan
yang diminta. Nilai TOEFL minimal 500, rekomendasi dari 2 dosen, pengalaman
organisasi, dan identitas diri sudah kulengkapi. Wawancara pun sudah kuikuti.
Dengan PD nya kali ini aku yakin aku akan diterima (dag… dig… dug… rasanya
seperti ingin copot jantung ini *lebay.com). Tunggu punya tunggu aku pun
akhirnya mendapatkan email dari pihak penyelenggara beasiswa yang menyatakan
bahwa aku belum layak untuk mendapatkannya. Tetesan air mata tak terasa keluar
dari mataku, aku berusaha untuk mengusap air mata yang sudah menganak sungai itu
dipipiku. “Untuk kesekian kalinya” gerutuku.
***
Kejadian 2 bulan yang lalu
benar-benar telah merampas keinginanku untuk mengikuti beasiswa lagi. Kegagalan
demi kegagalan sempat meruntuhkan mimpi terbesarku. Tapi aku masih yakin, bahwa
bukan hanya orang pintar dan berduit saja
yang bisa keliling dunia, orang yang beruntungpun
bisa. Akhirnya aku meyakinkan diriku bahwa aku adalah orang yang beruntung.
Sampai suatu ketika aku sedang asyik berselancar
di dunia maya, aku mendapatkan informasi tentang adanya seminar
internasional yang diadakan di Bangkok, Thailand. Persyaratannya cukup mudah
hanya menulis essai tentang budaya yang dimiliki oleh negara masing-masing.
Mudah, karena aku memang hobi menulis.
Tunggu punya tunggu ternyata
aku mendapatkan kabar bahwa aku berhasil mewakili Indonesia untuk mengikuti
seminar disana. Namun sangat disayangkan, panitia, tidak menanggung biaya
transportasi, hanya penginapan dan makan saja yang ditanggung. “haduuhhh..”
gerutuku. Aku mulai bingung dan perlu memutar otak untuk mendapatkan uang
sebanyak itu. Salah satu cara yang bisa kulakukan adalah membuat proposal untuk
fundraising ke rektorat. Yupz… semoga kali ini keberuntungan benar-benar
memihakku *sambil membusungkan dada dan berjalan tegap.. hoho…
Kamis malam yang bertabur
bintang malam ini terlihat lain dari malam biasanya. Senyum sang rembulan
menambah kebahagiaan yang sedang membuncah di hati ini. Luar biasa, tidak
pernah terbayang olehku untuk singgah di negeri seberang. Namun ku sadar
tidaklah mudah untuk memetik mimpi itu. Proposal harus segera beres fikirku,
dalam waktu kurang dari 2 minggu aku harus memutar otak untuk fundraising ke
rektorat ditengah jadwal UAS yang padat. Luar biasa perjuanganku. Disaat teman
yang lain membolak balik lembar makalah yang akan di UAS kan, aku malah sibuk
membolak-balik proposal yang akan diajukan. Ditambah pengurusan pembuatan
paspor yang mengharuskan aku bolak balik Jakarta serang. Fiuhhh… fikirku… hidup
memang pilihan… ada yang harus dikorbankan, untuk kali ini, terpaksa aku harus
merayu pak dosen ‘n ibu dosen agar dapat ujian di lain hari. Tapi aku sangat
yakin kalau Allah selalu membantuku.
***
Yes…
yes… yes…. Proposalku diterima, pak rektor memang benar-benar baik *sambil
mengedip-ngedipkan mata tanda bahagia… pak rektor berjanji bahwa uang sebesar 5 juta akan cair minggu ini. Hfff…. Uang
itu benar-benar hanya cukup untuk tiket pesawat pulang pergi Jakarta-Bangkok.
Akhirnya aku langsung tancap gas menemui kakak kelasku yang sudah biasa membeli
tiket pesawat *orang tajir cuy…
“kamu beneran mau naik
maskapai ini?” Tanya kakak kelasku
“iya kak, abis aku gak ngerti
pesawat yang lain. Aku browsing di internet harganya 5-6 juta-an untuk pulang pergi.” Jawabku.
“mmm… aku punya tawaran naik
pesawat yang lain… tapi bakal penuh tantangan and rintangan dengan rute yang
luarbiasa. Kamu berani ga?”tanyanya.
“mmmm…. Berani kak.” Tanpa
berfikir panjang aku meng-iyakannya.
***
Cihuyyyyy……
akhirnya hari ini terjadi juga. Mimpi terbesarku dimulai hari ini. Pesawat
ooohhh pesawat…. Baru kali ini aku menaikimu *norak.com. dengan senangnya aku
duduk dibagian kursi dekat jendela. Perasaanku begitu takjub merasakan
detik-detik pesawat take off. Tanpa ragu ku tengokan kepalaku ke jendela.
Wooowwww… luar biasa ciptaanMu ya Allah… Indahnya dunia ini. Selama 2 jam aku
tidak memalingkan wajahku dari jendela sampai tak terasa pesawatpun landing
tepat pukul 08.30 malam waktu setempat. Aku langsung mengambil tas ranselku
yang kusimpan diatas kabin pesawat. Kemudian akupun berusaha masuk kedalam
barisan penumpang yang lain yang sedang mengantri untuk turun. Ketika kaki
pertama kulangkahkan dinegeri seberang aku pun bergumam, “Thanks God, akhirnya
aku berhasil mendarat di Kuala Lumpur International Airport.” *loh kok Kuala
Lumpur??? Bukannya seminarnya di Bangkok. Yupz. Inilah rute yang luarbiasa yang
ditawarkan kakak kelasku tempo hari.
Jujur,
ketika sampai di airport hatiku benar-benar ketar-ketir. Ini adalah pertama kalinya
aku pergi ke negeri orang, sendiri pula. Tapi bismillah, semoga aku beruntung.
Dari airport aku menuju LCC terminal menggunakan airbus, sesampainya disana aku
langsung membeli tiket kereta menuju Bangkok. Hfff… beruntungnya diriku, dengan
bahasa Inggris seadanya benar-benar membantuku berkomunikasi dengan petugas
tiket. Walaupun mereka bisa berbahasa melayu, tapi alammmaaaakkk… cakap mereka
tuh macam upin dan ipin pule lah bila kau pernah tengok di televisi tu.. tak
paham awak *sok paham cakap Melayu, hiihi….
***
Hfff….
Perjalananku dengan kereta ini benar-benar membuatku jenuh. Bagaimana tidak, 3
hari di dalam kereta bersama para turis asing, agak pegel juga lidah ini
berbicara bahasa “wong londo”. Walaupun sempet transit sebentar di Butterworth
(masih wilayah Malaysia), lumayanlah untuk menyegarkan badan sambil menyantap
nasi lemang seharga 1 ringgit. Bentuknya tidak beda dengan nasi kucing di
Indonesia. Yang lebih beruntungnya lagi, kereta disini betul-betul nyaman,
dilengkapi fasilitas tempat tidur plus AC, sangat berbeda dengan yang ada di
negeriku tercintahhhh…
Tiba-tiba
kereta berhenti di daerah Padang Besar, aku bingung, kenapa tengah malam begini
kami semua di suruh untuk turun. Aku benar-benar kaget melihat banyaknya
tentara bersenjata laras panjang menanyai kami satu persatu. Halamaaakkk… aku
baru “ngeh” kalau ini adalah daerah perbatasan Malaysia dan Thailand. Langsung
terbayang olehku gambaran berita pembunuhan yang banyak terjadi disini. Dengan
ketar-ketir dan gemetar ditambah rasa kantuk yang menyergap aku berusaha
menjawab semua pertanyaan dengan tenang sambil menunjukkan pasporku. Aku baru
ingat kalau tadi pagi pacik (red-bapak/paman) petugas kereta api memberitahukan
aku tentang hal ini. Fiuuuhhhh… akhirnya aku dinyatakan lolos dan boleh naik
kedalam kereta api lagi. Tiba-tiba petugas kereta api Malaysia yang sudah 2 hari
ini mengendalikan kereta api berubah semua digantikan oleh petugas Thailand.
Dan yang lebih parah lagi, ada 3 pelayan perempuan Thailand menjual makanan
yang jujur untuk pertama kalinya ini aku mencium bau yang luar biasa menyengat,
dan akhirnya ku tahu bahwa yang mereka jual adalah daging babi. Ooohhhh
noooo….. menjijikan…… really disgustin’ *sambil garuk-garuk kepala.
***
Dan
akhirnya setelah 3 hari didalam kereta. Jeng…. Jeng…. Aku sudah sampai di
stasiun Samsen, Bangkok. Yeeeee…… Alhamdulillah… akhirnya sampai juga.
Kulanjutkan dengan naik taksi menuju Thewet tempat acara seminar internasional
berlangsung. Acaaranya baru akan dimulai esok. Hari ini adalah saatnya aku
mencari penginapan yang benar-benar murah. Akhirnya kudapatkan hostel didekat
lokasi acara. Dengan hanya 200 baht (sekitar Rp. 60.000,-) aku sudah bisa
bermalam disana. Besok bersiap untuk seminar….
***
Seminar
berlangsung selama 4 hari di kampus Rajamangala, Bangkok. Hati ini melonjak
kegirangan setelah kutahu bahwa ada 4 teman delegasi Indonesia lainnya di acara
tersebut. “Thanks God” gumamku. Seminar Asia-Pacific Forum: Youth Action
on Climate Change ini
benar-benar menambah pengetahuanku tentang budaya-budaya di Asia. Acara
berlangsung sampai pukul 5 sore. Ketika hendak melangkahkan kaki kembali ke
hostel tiba-tiba terdengar suara seorang perempuan cantik berambut pirang, Ying
Suchada namanya. Gadis tersebut adalah asli Thailand dan luar biasanya, dia menawarkanku untuk
berkeliling kota Bangkok sore ini. Tanpa berfikir panjang aku menganggukan
kepala tanda setuju. Diapun langsung menarik tanganku mengajak untuk
mengikutinya.
Aaiiihhhh…. Sungai Chaopraya
yang indah… beruntungnya diriku melihat sang mentari terbenam di ufuk barat
sungai Chaopraya. Luar biasa ciptaanMu Ya Allah… bertambah syukurku padaMu… tak
sabar untuk menjelajahi sungai nan elok ini. Gemericik suara deburan air yang
terbelah oleh kapal yang melaluinya. Lembayung sang mentari menampilakan
panorama alam yang luar biasa. Sinar mentari hitam keperakan menemani
penjelajahanku di sungai ini. Kidung suara burungpun tak mau kalah bersenandung
di atas kapal yang kami tumpangi.
Dari sungai Chaopraya, Ying
mengajakku bertolak ke salah satu candi disana. Wat Arun namanya. Walaupun
tidak semegah Prambanan dan Borobudur, tapi keindahannya tak pelak menghipnotis
mata yang melihatnya. Warna-warni candi yang dapat berubah-ubah sesuai posisi
matahari benar-benar merayu mata siapa saja yang melihatnya untuk tidak
berkedip. Pulang dari sana, kami hendak menuju penginapan dengan bus. Tiba-tiba
aku bertemu dengan 2 teman Indonesiaku. Dan akhirnya Ying memutuskan untuk
pamit terlebih dahulu karena harus menggantikan ayahnya di toko. Kamipun
berpisah. Lalu aku kembali ke hostel bersama kawan Indonesiaku itu. Kamipun menunggu
di halte dekat Grand Palace. Bertemu dengan seorang Thailand dengan bahasa
Inggris yang tidak lebih baik dari anak SD (hehe… pisss bang…) akhirnya bahasa
tubuhlah yang kami gunakan untuk berkomunikasi dengannya… haha… isty, salah
satu teman kami mencoba bertanya dengan bahasa tubuhnya. Tak pelak kami tertawa
terpingkal karena orang tersebut tidak paham juga maksud dari isty. Gaya Isty
yang kocak agak gemes terlihat sudah tidak sabar ingin memakan orang tersebut..
hwaaaa…..
***
Hari
terakhir di Bangkok teman Indonesiaku mengajak untuk berbelanja sekedar
oleh-oleh untuk keluarga. Ok, aku menyutujuinya. Petang hari setelah seminar
kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke silom… denger-denger disana ada
souvenir murah… yes, akhirnya kita kesana.. pak supir taksi dengan lucunya
menjelaskan tragedi kaos merah yang sempat terjadi di silom… iiihhh serem..
tapi seseram apapun itu cerita tetep aja jadi lucu… lagi dan lagi, si bapaknya
sangat amat luar biasa lancar ngomong bahasa inggrisnya sampai kita-kita gak
ngerti apaaaaa maksudnya nih orang, hahaha ;-D
Sampai di silom kita2 langsung
melancarkan aksi pencarian barang2 murah, hihihi… dasar “cewe”… nah disini
kocak nih… baru kali ini ngerasain tawar menawar tanpa sedikitpun ngeluarin kata.. mw tw pake
apa???!!!.... pake kalkulator…. Hahay… pas kita sentuh barang, si penjual
langsung ngetik harga di kalkulatornya. Kalau ingin menawar, ya.. tinggal ketik
lagi angka yang kita mau… klo penjual tidak setuju… palingan die langsung
angkat tangannya ke leher tanda mati… hoho… kocak-kocak…
***
It’s time to go to Kuala
Lumpur…. Aku pun berpisah dengan teman Indonesiaku. Mereka akan menuju Bangkok
Airport untuk langsung terbang ke tanah air. Sedangkan aku, hfff…. Terbayang
perjalananku yang lumayan melelahkan lewat jalur kereta lagi. But it’s OK, nice
journey pikirku. Melewati padang besar di siang hari ternyata tidak seseram
waktu pertama kali aku melewatinya. Baru terlihat jelas olehku bangunan yang
aku singgahi disana. Sebuah bangunan besar yang memisahkan Thailand dan
Malaysia. Sempat geli sendiri ketika tubuhku yang mungil ini berdiri di depan
bangunan tersebut, bagaimana tidak, tubuh bagian kananku berada di wilayah
Thailand sedangkan tubuh bagian kiriku di wilayah Malaysia. Hoho… kocak. Setelah
itu aku kembali kedalam kereta. Deruan laju kereta menemaniku selama
perjalanan. Rasa kantuk yang menyeruak ditambah kelelahan yang luarbiasa tak
pelak membuatku pergi ke alam mimpi hari itu.
***
Laju
kereta api terhenti, aku sudah kembali lagi di LCC stasiun. Masih ada 2 hari lagi sebelum akhirnya aku kembali ke
tanah air. Petualanganku belum selesai disini. Ada satu keinginan yang dari
dulu aku inginkan. Ingin rasanya melihat menara tertinggi di dunia, twin tower
(petronas). Allah ternyata memudahkan jalanku, aku dipertemukan dengan sosok
lelaki India yang juga ingin bertandang kesana, Jay namanya, dia adalah
mahasiswa Singapura yang sedang transit di Kuala Lumpur. Akhirnya akupun
meluncur kesana dengan menggunakan skytrain.
Whuaaaawwwwwww………..
tinggiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii ajjjjjjjjjjjjjjaaaaaaaaaaaaaaaaa nih gedung……
kembar lagi… rasanya ingin langsung bersungkur bersujud mengucapin terima kasih
kepada Allah, karena sudah mengantarkan hambaNya yang satu ini sampai ke depan
gedung tertinggi di dunia…. Hehe…. Baru
2 bulan yang lalu aku melihat gambar bangunan ini di majalah, tapi ternyata,
sekarang tepat berdiri megah di depan kelopak matakku sendiri, luarbiasa. Gemericik
hujan terus menemani langkahku menuju puncak tertinggi twin tower. 10 ringgit
harus kukeluarkan dari kantongku yang sudah menipis ini, hiks. Tapi tak apelah…
kapan lagi ya kan??!!!… akhirnya… yeee… berhasil menuju puncak menara, aku
memang beruntung.
***
Saatnya
kembali ke tanah air, langkah kaki ini pun tak bisa tertahankan untuk segera
bertemu orang-orang tercinta disana. “I
will never say never… I will fight till forever… whenever you knock me down… I
will not stay on the ground… pick it up 3x… never say never…….” Lantunan suara
Justin Bieber menemaniku di sepanjang perjalananku di dalam pesawat.
Kusempatkan untuk menggoreskan pena diatas diariku yang kugenggam erat saat
ini. Ingin rasanya kutulis semua yang sudah membantuku mengejar mimpiku ini.
Terima kasih Ya Allah, Engkau sudah menjadikanku sebagai orang yang beruntung.
Terima kasih kakak kelasku, engkau sudah menawarkan perjalanan yang sangat luar
biasa ini, engkau membelikan tiket pergi ke Kuala Lumpur dan kembali ke tanah
air. Luar biasa pengetahuanmu tentang “pertiketan pesawat” engkau mencarikan
harga promo untukku, sehingga aku dapat membeli tiket dengan harga yang lebih
murah *lebay. Untuk pak rektor
tercinta, sejujurnya, aku tidak korupsi memakai uang 5 juta mu. Harga tiket pesawat Jakarta-Bangkok
memang benar 5 juta.
Namun, ternyata aku mendapatkan promo murah maskapai penerbangan lain ketika
hari aku membeli tiket yang akhirnya memutuskanku untuk menempuh jalur udara
dan juga darat yang penuh resiko.
Yupz… perjalananku memang
benar-benar seperti kedondong. Dalam 12 hari sudah 2 negara kujelajahi. Semua orang berseru wah asyik nih ke
negeri orang, begitu ya ga ngajak-ngajak, ga kasih-kasih info… aihhh… rentetan
gigiku langsung bersatu membuat barisan baris berbaris yang amat kuat yang
saling dorong mendorong bagaikan 2 magnet yang emang lagi main dorong2an..
(haha… ga nyambung *sambil garuk-garuk kepala)… intinya… agak-agak kesel gitu…
dari luar memang terlihat mulus, tapi dalamnya jangan ditanya, duri-duri tajam
siap menghantam gigi-gigi yang memakannya… perjalananku memang luar biasa…
Dengan penuh keyakinan aku bergumam membulatkan tekad “EROPA, TUNGGU AKU DI
HARI DEPAN, KEBERUNTUNGANKU AKAN
MENDARAT DI NEGERIMU”.